[lihat.co.id] - Rencana pemberian World Statesman Award oleh The Appeal of Conscience Foundation (ACF) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuai kritik dari publik dalam negeri, khususnya kaum minoritas dan pemuka agama.
Menurut mereka, SBY tidak pantas menerima penghargaan untuk negarawan penjaga toleransi tersebut. Pastor yang juga Guru Besar Filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, sangat setuju SBY sama sekali tak layak menerima penghargaan itu.
"Saya merasa ini sangat tidak wajar, luar negeri memberi award for tolerance, di saat tindakan-tindakan intoleransi merajalela di negeri ini. Saya merasa terhina dengan tawaran seperti itu," kata Romo Magnis Suseno saat dihubungi merdeka.com beberapa waktu lalu.
Protes tersebut tidak hanya disampaikan Romo Magnis, sapaan akrab sang profesor, melalui media. Tetapi juga melalui surat elektronik kepada ACF.
Lewat surat itu, Romo Magnis mengungkapkan sejumlah alasan kepada yayasan yang berbasis di New York, AS, itu mengapa SBY tak pantas menerima penghargaan tersebut. Berikut alasan-alasannya yang dikutip dari Merdeka:
Menurut mereka, SBY tidak pantas menerima penghargaan untuk negarawan penjaga toleransi tersebut. Pastor yang juga Guru Besar Filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, sangat setuju SBY sama sekali tak layak menerima penghargaan itu.
"Saya merasa ini sangat tidak wajar, luar negeri memberi award for tolerance, di saat tindakan-tindakan intoleransi merajalela di negeri ini. Saya merasa terhina dengan tawaran seperti itu," kata Romo Magnis Suseno saat dihubungi merdeka.com beberapa waktu lalu.
Protes tersebut tidak hanya disampaikan Romo Magnis, sapaan akrab sang profesor, melalui media. Tetapi juga melalui surat elektronik kepada ACF.
Lewat surat itu, Romo Magnis mengungkapkan sejumlah alasan kepada yayasan yang berbasis di New York, AS, itu mengapa SBY tak pantas menerima penghargaan tersebut. Berikut alasan-alasannya yang dikutip dari Merdeka:
1. Warga Ahmadiyah dan Syiah terusir
[lihat.co.id] - Kepada The Appeal of Conscience Foundation (ACF), Romo Magnis membeberkan fakta betapa kekerasan berbasis agama masih sering terjadi di negeri ini. Aksi tidak manusiawi itu kerap dilakukan kelompok garis keras.
"Ratusan warga telah diusir dari rumahnya di bawah kepemimpinan SBY, mereka masih hidup sengsara di tempat sepeti gedung olahraga," kata Romo Magnis soal warga Ahmadiyah dan Syiah yang mengungsi karena terusir dari kampung halamannya.
Catatan merdeka.com, warga Ahmadiyah di Lombok sudah tujuh tahun ini hidup di pengungsian dan hak-hak konstitusi mereka tidak dipenuhi negara. Banyak anak pengungsi lahir dan dibesarkan di pengungsian Asrama Transito yang tidak mendapat dukungan pemerintah sejak Januari 2007.
Sejak kekerasan tahun lalu, warga Syiah di Sampang, Madura, Jatim juga masih mengungsi di salah satu gedung olahraga di kabupaten tersebut. Bahkan, Pemprov Jatim mengaku sudah kewalahan mengurusi para warga minoritas di Madura tersebut.
2. Warga Ahmadiyah dan Syiah terbunuh
[lihat.co.id] - Romo Magnis juga menyampaikan kepada ACF bahwa kekerasan berbasis agama di Indonesia sudah memakan korban jiwa. Kekerasan lagi-lagi dilakukan oleh kelompok radikal.
"Sudah ada warga Ahmadiyah dan Syiah yang terbunuh. Jadi pertanyaan yang muncul apakah Indonesia akan memburuk seperti kondisi di Pakistan dan Irak di mana setiap bulan ratusan warga Syiah terbunuh karena alasan religiusitasnya?" tulis Romo Magnis.
Catatan merdeka.com, pada penyerangan warga Syiah Agustus tahun lalu, dua orang pemuka agama minoritas tersebut tewas. Sementara dalam penyerangan Cikeusik Februari 2011, tiga orang Ahmadiyah tewas dikeroyok dengan keji.
3. Sulitnya membangun gereja
[lihat.co.id] - Kepada The Appeal of Conscience Foundation (ACF), Romo Magnis memberi tahu bahwa di Indonesia umat Kristiani sulit mendapat izin untuk membangun gereja. Bahkan sejumlah ditutup secara paksa.
"Tidak kah kamu tahu tentang semakin sulitnya umat Kristiani mendapat izin untuk mendirikan tempat berdoa, tentang semakin banyaknya gereja yang ditutup, tentang semakin banyaknya peraturan yang membuat ibadah kaum minoritas semakin sulit, jadi tentang semakin tumbuhnya intoleransi di level akar rumput?" tulis Romo Magnis kepada ACF.
Romo Magnis tidak memberikan contoh khusus soal kasus tersebut. Namun, sudah menjadi pemberitaan selama beberapa tahun terakhir bahwa jemaat GKI Taman Yasmin, Bogor, dan HKBP Filadelfia, Bekasi, tidak bisa beribadah di bangunan gereja sahnya.
Meski sudah menang di pengadilan, izin mendirikan bangunan (IMB) kedua gereja tersebut masih bisa 'diakali' oleh pihak tertentu untuk mencegah pembangunannya. Kini setiap dua pekan sekali, kedua jemaat itu menggelar ibadah di depan Istana Negara. Kegiatan ini sudah dilakukan lebih dari setahun.
4. SBY diam
[lihat.co.id] - Setelah membeberkan fakta-fakta soal kasus intoleransi, Romo Magnis menyampaikan kepada ACF bahwa Presiden SBY abai terhadap hal tersebut.
"Pemerintahan SBY tidak berbuat apa-apa dan mengatakan apa-apa untuk melindungi mereka," tegas Romo Magnis.
Bahkan, menurut catatan Romo Magnis, dalam 8,5 tahun pemerintahannya, SBY tidak pernah sekali pun mengatakan kepada rakyatnya bahwa mereka harus respek terhadap minoritas.
"Bahwa dia (SBY) memalukan telah menghindar dair tanggung jawab terhadap meningkatnya kekerasan terhadap warga Ahmadiyah dan Syiah," tulis Romo Magnis.